BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang MasalahHak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dan pemerintah mengupayakan agar hak-hak tersebut di miliki oleh warganya.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
2. Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
3. Upayah Pemerintah dalam Penegakan HAM
4. Pemerintah Masih Harus Bekerja Keras dalam Penegakan HAM
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
2. Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
3. Upayah Pemerintah dalam Penegakan HAM
4. Pemerintah Masih Harus Bekerja Keras dalam Penegakan HAM
1.3 Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.
BAB II
UPAYAH-UPAYAH PEMERINTAH
DALAM PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
2.1 Upayah Pemerintah dalam Penegakan HAM
Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Dewasa ini pula banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;
Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Dewasa ini pula banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;
1. Indonesia menyambut baik kerja sama internasional
dalam upaya menegakkan HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia
sangat merespons terhadap pelanggaran HAM internasional hal ini dapat
dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa agresi militer di beberapa
daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini Indonesia
juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi
Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan anak-anak.
2. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan
penegakan HAM, antara lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan
Nasional tahun 2000-2004 (Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang
berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta pembentukan Komisi Anti
Kekerasan terhadap perempuan
3. Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang hak asasi manusia , Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang
pengadilan HAM, serta masih banyak UU yang lain yang belum tersebutkan
menyangkut penegakan hak asasi manusia.
Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tercantum
dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia adalah sebagai berikut;
1. Hak untuk hidup.
2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
4. Hak atas kebebasan pribadi.
5. Hak kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak wanita
10. Hak anak
Ha-hal tersebut sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main dalam penegakan HAM.
1. Hak untuk hidup.
2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
4. Hak atas kebebasan pribadi.
5. Hak kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak wanita
10. Hak anak
Ha-hal tersebut sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main dalam penegakan HAM.
2.2 Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia
di Indonesia
Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.
Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.
Kemajuan yang sama, secara konstitusional juga
berlangsung sekembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya UUDS
1950 dengan dicantumkannya tiga puluh delapan pasal di dalamnya. Pada masa
berlakunya UUDS 1950 tersebut, penghormatan atas HAM dapat dikatakan cukup
baik. Patut diingat bahwa pada masa itu, perhatian bangsa terhadap masalah HAM
masih belum terlalu besar. Di masa itu, Indonesia menyatakan meneruskan
berlakunya beberapa konvensi Organisasi Buruh Internasional (International
Labor Organization/ILO) yang telah diberlakukan pada masa Hindia Belanda oleh
Belanda dan mengesahkan Konvensi Hak Politik Perempuan pada tahun 1952.
Sejak berlakunya kembali UUD 1945 pada tanggal 5 Juli
1959, bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam penegakan HAM. Sampai tahun
1966, kemunduran itu terutama berlangsung dalam hal yang menyangkut kebebasan
mengeluarkan pendapat. Kemudian pada masa Orde Baru lebih parah lagi, Indonesia
mengalami kemunduran dalam penikmatan HAM di semua bidang yang diakui oleh UUD
1945. Di tataran internasional, selama tiga puluh dua tahun masa Orde Baru,
Indonesia mengesahkan tidak lebih dari dua instrumen internasional mengenai
HAM, yakni Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (1979) dan Konvensi tentang Hak Anak (1989).
Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasarkan
Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993, yang bertujuan untuk membantu
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan meningkatkan
perlindungan HAM “guna mendukung tujuan pembangunan nasional”. Komnas HAM
dibentuk sebagai lembaga mandiri yang memiliki kedudukan setingkat dengan
lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang dibentuk itu
dinyatakan bersifat mandiri karena para anggotanya diangkat secara langsung
oleh presiden, besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan
bangsa dan negara serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang
otoriter dan represif, pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu berarti
karena pelanggaran HAM masih terjadi di mana-mana.
Sejak runtuhnya rezim otoriter dan represif Orde Baru,
gerakan penghormatan dan penegakan HAM, yang sebelumnya merupakan gerakan arus
bawah, muncul ke permukaan dan bergerak secara terbuka. Gerakan ini memperoleh
impetus dengan diterimanya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Pembuatan
peraturan perundang-undangan sebagai “perangkat lunak” berlanjut dengan
diundang-undangkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang
memungkinkannya dibentuk pengadilan HAM ad hoc guna mengadili pelanggaran HAM
yang berat yang terjadi sebelum UU tersebut dibuat.
Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional), administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial), dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian, perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice karena memang merupakan salah satu aspek transitional justice yang berdampak langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari pihak korban maupun dari pihak pelaku pelanggaran HAM tersebut. Di samping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice merupakan elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada kenyataannya sedang diupayakan.
Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional), administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial), dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian, perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice karena memang merupakan salah satu aspek transitional justice yang berdampak langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari pihak korban maupun dari pihak pelaku pelanggaran HAM tersebut. Di samping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice merupakan elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada kenyataannya sedang diupayakan.
Upaya penegakan transitional criminal justice umumnya
dilakukan melalui dua jalur sekaligus, yaitu jalur yudisial (melalui proses
pengadilan) dan jalur ekstrayudisial (di luar proses pengadilan). Jalur
yudisial terbagi lagi menjadi dua, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad
Hoc. Pengadilan HAM ditujukan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah
diundangkannya UU No. 26 tahun 2000, sedangkan Pengadilan HAM Ad Hoc
diberlakukan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
disahkannya UU No. 26 tahun 2000.
Sedangkan jalur ekstrayudisial melalui Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN) ditempuh untuk penyalahgunaan
kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau dan pelanggaran HAM berat yang
terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 tahun 2000. Upaya penyelesaian melalui
jalur demikian haruslah berorientasi pada kepentingan korban dan bentuk penyelesaiannya
dapat menunjang proses demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
serta merupakan upaya penciptaan kehidupan Indonesia yang demokratis dengan
ciri-ciri utamanya yang berupa berlakunya kekuasaan hukum dan dihormatinya hak
asasi dan kebebasan fundamental.
2.3 Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu
dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan.
Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh
berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas
kekurangan yang selama ini masih terjadi.
Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma
penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara melakukan reformasi struktural,
infromental, dan kultural mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh
pemerintah. Kemudian, perlu juga dilakukan penyelesaian terhadap berbagai
konflik horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah melahirkan
berbagai tindak kekerasan yang melanggar HAM dengan cara menyelesaikan akar
permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan
perlindungan yang sama di semua bidang. Anak-anak sebagai generasi muda penerus
bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia bagi
orang dewasa. Anak-anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat
dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berinteraksi dalam masyarakat.
Anak-anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana
fisik dan psikologis yang memungkinkan mereka berkembang secara normal dan
baik. Untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak
asasi anak.
Selain hal-hal tersebut, perlu adanya social control (pengawasan dari masyarakat) dan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut serta dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai yang ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Selain hal-hal tersebut, perlu adanya social control (pengawasan dari masyarakat) dan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut serta dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai yang ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Dalam bidang penyebarluasan prinsip-prinsip dan
nilai-nilai HAM, perlu diintensifkan pemanfaatan jalur pendidikan dan pelatihan
dengan, antara lain, pemuatan HAM dalam kurikulum pendidikan umum, dalam
pelatihan pegawai dan aparat penegak hukum, dan pada pelatihan kalangan profesi
hukum.
Mengingat bahwa dewasa ini bangsa Indonesia masih
berada dalam masa transisi dari rezim otoriter dan represif ke rezim
demokratis, namun menyadari masih lemahnya penguasaan masalah dan kesadaran
bahwa penegakan HAM merupakan kewajiban seluruh bangsa tanpa kecuali, perlu
diterapkan keadilan yang bersifat transisional, yang memungkinkan para korban
pelanggaran HAM di masa lalu dapat memperoleh keadilannya secara realistis.
Pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan oleh negara
(pemerintah), tetapi juga oleh suatu kelompok, golongan, ataupun individu
terhadap kelompok, golongan, atau individu lainnya. Selama ini perhatian lebih
banyak difokuskan pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, sedangkan
pelanggaran HAM oleh warga sipil mungkin jauh lebih banyak, tetapi kurang
mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan tegas yang mampu
menjamin dihormatinya HAM di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
3. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
4. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.
1. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
3. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
4. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.
2.4 Pemerintah Masih Harus Bekerja Keras dalam
Penegakan HAM
Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengakui bahwa pemerintah masih harus bekerja keras dalam upaya penegakan hak asasi manusia (HAM). Di samping itu, sudah ada perangkat yang cukup dalam aturan-aturan.
Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengakui bahwa pemerintah masih harus bekerja keras dalam upaya penegakan hak asasi manusia (HAM). Di samping itu, sudah ada perangkat yang cukup dalam aturan-aturan.
Demikian dituturkan Wapres Boediono dalam peringatan
Hari HAM Sedunia di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (10/12). Turut hadir dalam
acara tersebut Ketua Komisi Nasional HAM Ifdhal Kasim, Menteri Hukum dan HAM
Patrialis Akbar, dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie.
“Perangkat cukup secara on paper. Undang-undang
mengenai HAM saat ini sudah ada dan perangkat hukum itu barangkali bisa
berkembang terus. Sebab, definisi HAM juga sangat dinamis, nanti mungkin ada
perkembangan lain yang ditampung,” ujar Wapres Boediono.
Dicontohkan, perubahan yang terjadi pada ayat 10 dalam
konstitusi merupakan salah satu yang fundamental. Itu menjadi contoh upaya
menegakkan HAM.
Wapres Boediono mengatakan, masalah penegakan HAM pada
akhirnya akan kembali kepada manusia-manusianya. Baik oleh pejabat, pimpinan
perusahaan, parpol, dan lainnya. Salah satunya, pendekatan kepada masyarakat
untuk memiliki Kewajiban Asasi Manusia untuk menghargai HAM.
Di sisi lain, sambung Wapres Boediono, pembangunan
adalah bagian dasar dalam pelaksanaan HAM di Indonesia. Dalam arti, misalnya, pemenuhan
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, penghasilan, dan hak gizi masyarakat.
“Demi tercapainya pelaksanaan HAM dan pembangunan,
kesejahteraan masyarakat harus terus ditingkatkan dengan keadilan. Itu penting
agar kita selalu merasa memiliki negara kita,” ucap Wapres Boediono.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi
oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang
dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara
akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang pengadilan HAM.
3.2 Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
No comments:
Post a Comment